FILSAFAT LINGKUNGAN : “Merancang Taktik Baru untuk Menjalani Kehidupan”


FILSAFAT LINGKUNGAN : “Merancang Taktik Baru untuk Menjalani Kehidupan”
Henryk Skolimowski
            Pengetahuan kita telah banyak mengorbankan nilai-nilai manusia. Peradaban ini sudah terlalu banyak menimbun pengetahuan fisik saja.Secara historis kita dapat membedakan setidaknya empat posisi dasar berkenaan dengan hubungan nilai-nilai dengan pengetahuan.
            Pertama adalah pendirian zaman kuno klasik yang diwakili oleh Plato, dimana nilai-nilai dan pengetahuan digabung bersama, yang satu tidak tunduk terhadap yang lain. Menurut Plato, memiliki pengetahuan yang unggul (superior knowledge) adalah menjalani kehidupan yang mulia (superior life).
            Kedua adalah pada abat pertengahan pengetahuan digabungkan dengan nilai-nilai tetapi pada saat yang sama ditempatkan di bawah nilai-nilai yang ditetapkan oleh gereja. Pada dua posisi terakhir berada pada periode pos-Renaisans.
            Posisi ketiga memisahkan pengetahuan dari nilai-nilai, tetapi tanpa memberikan supremasi kepada salah satu. Barangkali posisi ini paling baik diwakili oleh Immanuel Kant (1720-1804), dimana dia menyatakan “Langit berbintang di atasmu dan hukum-hukum  moral di dalam dadamu.
            Posisi keempat diwakili oleh positivisme abad kesembilan belas dan empirisme logis abad dua puluh. Pendirian ini memisahkan nilai-nilai dengan pengetahuan, dimana memberikan nilai tertinggi pada pengetahuan akan benda-benda fisik dan memutuskan bahwa nilai-nilai bukanlah pengetahuan yang sejati (proper knowledge).
            Jelaslah bahwa saat ini kita terbawa dalam suasana tradisi empirisme. Tradisi inilah yang tampak besar di cakrawala kehidupan kita. Tradisi ini telah membawa kekosongan-nilai (value-vacuum) ke masyrakat kita. Bazarovisme sebagai suatu filsafat social yang menyeluruh, telah meresapi jaringan masyarakat kita dan struktur akademis. Bazarov tidak merasa adanya guna seni, puisi, dan omong kosong romantis lainnya.
            Newton sendiri, walaupun dianggap oleh para empirisis sebagai aset mereka yang terbesar, jauh dari memikirkan bahwa pengetahuan adalah hanyalah informasi, yang tidak relevan dengan atau terlepas dari persoalan-persoalan lain manuisa. Secara eksplisit, Newton berusaha menunjukkan kesempurnaan Tuhan melalui harmoni alam semestanya, yang menurut pendapatnya, mewahyukan diri lewat kesatuan hukum-hukum fisika yang mengatur perilaku benda-benda bumi maupun benda-benda angkasa.
            Mari kita ingat bahwa zaman kita adalah zaman spesialisasi. Bahwa seorang spesialis mengetahui satu hal dengan baik sekalipun ia adalah orang yang bodoh untuk hal lain. Bahawa ia sepenuhnya terlatih untuk hal yang satu itu saja, dan bahwa ia bangga sebagai seorang teknisi yang sempit. Sejauh filsuf masa kini menghadapi dengan berani zaman teknis dan menunjukkan keberanian mereka sebagai para teknisi yang terampil mereka patut dikagumi. Karena ketrampilan teknis mendapat tepuk tangan di zaman teknis.
            Peradaban kita adalah peradaban yang skizofrenik yang menipu diri bahwa ia adalah peradaban terbesar yang pernah ada sementara rakyatnya sedang  berjalan mewujudkan kesengsaraan dan kecemasan. Pengetahuan dan filsafat kita hanya memperluas keretakan antara hidup dan berpikir.
            Metafisika sejati memerlukan pemikiran kembali yang signifikan atas persoalan-persoalan manusia dan dunia pada setiap masa tertentu. Dalam pengertian ini filsafat lingkungan mencoba untuk memberikan suatu metafisika baru untuk zaman kita. Filsafat lingkungan sedang menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus dilakukan di dalam cara berfikir ini untuk membuat filsafat menjadi suatu alat yang medukung pencarian kita akan kehidupan yang bermakna.
            Dua belas kharakteristik filsafat lingkungan, yaitu :
a.       Filsafat lingkungan berorientasi kehidupan, dikontraskan dengan filsafat kontempores yang berorientasi bahasa.
b.      Filsafat lingkungan memperlihatkan komitmen pada nilai-nilai manusia, pada alam, pada kehidupan itu sendiri, sementara filsafat akademik menjelaskan komitmen terhdap objektivitas, terhdap ketakterlibatan, terhadap fakta-fakta.
c.       Filsafat lingkungan hidup secara spiritual, sementara sebagian besar filsafat kontemporer mati secara spiritual.
d.      Filsafat lingkungan bersifat komprehensif dan global, sementara filsafat kontemporer bersifat sepotong-sepotong dan analitis.
e.       Filsafat lingkungan berkenaan dengan kebijaksanaan, sementara sebagian besar filsafat yang ada sekarang diarahkan kepada perolehan informasi.
f.       Filsafat lingkungan sadar secara lingkungan dan ekologi, sementara filsafat akademik kontemporer sangat tidak sadar pada masalah-masalah lingkungan dan ekologis.
g.      Filsafat lingkungan bersekutu dengan ekonomi kualitas kehidupan. Filsafat-filsafat akademis yang ada di Barat tampaknya tidak berkaitan dengan ekonomi apa pun tetapi dalam faktanya bersekutu dengan ekonomi pertumbuhan material.
h.      Filsafat lingkungan sadar secara politis, ia juga dilakasanakan secara politis tetapi bukan dengan cara yang dangkal.
i.        Filsafat lingkungan sangat memperhatikan kesejakteraan masyrakat.
j.        Filsafat lignkungan lantang menyuarakan tanggung jwab individu.
k.      Filsafat lingkungan toleran dengan fenomena transfisik.
l.        Filsafat lingkungan sadar akan kesehatan, sementara sebagian besar aliran filsafat kontemporer mengabaikan persoalan ini.
Dikotomi barat antara filsafat alam dengan filsafat manusia berakar pada gagasan kita yang keliru bahwa alam ada di sana untuk dimanfaatkan, ditundukkan, dan dieksploitasi. Humanisme ekologis menandai kembalinya pandangan yang utuh yang di dalamnya filsafat manusia dan filsafat alam adalah aspek-aspek dari satu sama lain.
Di sini alam semesta dibayangkan berevolusi, misterius, kompleks dan sangat halus di dalam proses kerjanya. Ia diatur oleh hukum-hukum fisika dan dalam segment-segmen ruang waktunya, tetapi hukum-hukum ini hanya mencerminkan sebagian aspek-aspek dari perilakunya. Alam semesta dapat diketahui sebagian, tetapi mister-misteri tak terduga apa yang mungkin masih dimilikinya hampir tidak dapat dibayangkan.
   Kehidupan telah mengembangkan aneka ragam bentuk yang luar biasa ini bukan untuk dimusnakan oleh satu spesies yang mabuk dengan kekuasaannya, oleh satu kebudayaan yang kacau balau dan dengan pengembangannya yang berat sebelah. Kehidupan lebih kuat, lebih bertahan, lebih cerdik, lebih luar biasa daripada kecerdikan dan keluarbiasaan salah satu spesiesnya. 
Tradisi analistis mendominasi filsafat akademik kita masa kini, dan tradisi inilah yang dilawan filsafat lingkungan dan dicoba untuk digantikan. Epistemologi kehidupan adalah suatu artikulasi filsafat lingkungan. Salah satu ajaran filsafat lingkungan ialah bertekad memperjuangkan kehidupan. Karena bertekad memperjuangkan kehidupan, ia harus memahami kehidupan dan pada akhirnya berarti bahwa ia harus merayakan kehidupan, bukan di dalam kesadaran yang dangkal dan sekedar bersenang-senang tetapi dalam kesadaran yang mendalam, nyaris metafisik, akan sifat kehidupan yang sangat kompleks dan misterius.
Di dalam kata-kata Prasna Upanishad:
“ bersikap baiklah kepada kami, wahai kehidupan, bersama bentukmu yang tak kelihatan yang ada di dalam suara, mata, telinga dan yang berdiam di dalam pikiran. Janganlah pergi dari kami. Seperti seorang ibu kepada anaknya, lindungi kami, wahai kehidupan: beri kami kemuliaan dan beri kami kenijaksanaan.”

Sumber :
Semuanya artikel/ kutipan di atas berasal dari buku FILSAFAT LINGKUNGAN: Merancang Taktik Baru untuk Menjalani Kehidupan. Henryk Skolimowski.

              

Comments

Popular posts from this blog

Warna Pilihan

Ilmu Ikhlas, Bukan Ilmu Kebatinan

Sederhana itu Susah