Bangku Rapuh
Saat tawa lepas mengiringi kami disetiap obrolan-obrolan yang keluar dari mulut masing-masing. Dua buah bangku saling menatap. Di tengahnya, satu meja berdiri kokok. Bangku dan meja begitu bangga bahkan sombong terlibat dalam kabut kegembiraan kami.
Sayangnya itu dulu, saat kami masih suka berimaji dalam idealisme masing-masing. Idealisme memperjuangkan hak-hak kelompok marjinal. Idealisme yang keluar dari batas kewajaran atau bisa dibilang idealisme yang lebay. Karena lebay tersebutlah yang telah melahirkan tawa lepas kami.
Sekarang, sudah tidak ada lagi kata lebay. Yang ada kata logis. Pembahasan menghasilkan uang yang banyak dan cepatnya kenaikan jabatan. Buat saya tetap masih tetap ada kata lebay. Ya, logis yang lebay.
Sejenak saya mengamati dan merasakan. Ternyata bangku ini sekarang rapuh.
Comments
Post a Comment